Sejarah dan Novel Sejarah
Karya sastra sebagai symbol verbal mempunyai tiga peranan
utama, yaitu (1) sebagai cara pemahaman (mode of comprehension), (2) cara perhubungan (mode of communication), (3) cara
penciptaan (mode of creation). (Dalam karya sastra yang menjadikan
peristiwa sejarah sebagai bahan, ketiga peranan symbol itu dapat menjadi satu.
Perbedaan masing-masing hanya dalam kadar campur tangan dan motivasi
pengarangnya. Lihat Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat. Hal. 127-136.)
Obyek karya sastra
adalah realitas, apapun yang disebut realitas oleh pengarang. Novel sejarah
adalah bentuk karya sastra yang menjadikan peristiwa sejarah sebagai obyeknya.
Dalam kaitan ini, novel sejarah dapat; pertama,
menerjemahkan peristiwa sejarah dalam bahasa imaginer dengan maksud untuk
memahami peristiwa itu menurut kadar kemampuan pengarang; kedua, novel sejarah dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk
menyampaikan pikiran, perasaan dan tanggapannya mengenai suatu peristiwa
sejarah; dan ketiga, seperti juga
karya sejarah, novel sejarah dapat meupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa
sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imaginasi pengarang.
Sebagai
contoh sebuah novel sejarah, adalah; Tetralogi Bumi Manusia karya Pramoedya
Ananta Toer. Diperlihatkan bagaimana penggambaran tentang sejarah awal mula
tumbuhnya kesadaran kebangsaan dalam masyarakat pribumi “Indonesia di bawah
kekuasaan kolonial. Kurun waktu yang tercakup dalam karya ini berkisar sekitar
menjelang akhir abad ke-19 sampai memasuki dekade kedua abad ke-20. Dalam
tulisan-tulisan sejarah, kurun ini sering disebut sebagai kurun kebangkitan
nasional.
Perbedaan
yang paling tegas antara sejarah dan novel sejarah terletak pada
pertanggungjawabannya. Sejarah bermaksud menceritakan hal atau peristiwa
sejarah yang sebenarnya terjadi. Sejarah mengemukakan gambaran tentang hal-hal
sebagaimana adanya dan kejadian-kejadian yang sesungguhnya terjadi. Sejarah
harus mengikuti prosedur tertentu; harus tertib dalam penempatan ruang dan
waktu, harus konsisten dengan unsur-unsur lain sepeti topografi dan kronologi
dan harus berdasarkan bukti-bukti.
Berbeda
dengan tulisan sejarah, cukuplah bagi sebuah novel sejarah bila berhasil
mengungkapkan berupa gambaran yang koheren, yang dapat dipahami. Karya sastra
tidak tunduk pada metoda-metoda tertentu. Demikian pula dalam penggunaan
bahasa, tulisan sejarah dan novel sejarah berbeda. Sejarah lebih cenderung
menggunakan referential syimbolism
dengan merujuk secara lugas kepada obyek, pikiran, kejadian dan hubungan-hubungannya,
sedangkan sastra lebih banyak mengandung pesan-pesan subyektif pengarang.
Dalam
peristilahan ilmu sejarah, peristiwa sejarah sering dicakup dalam istilah fakta
sejarah. Peristiwa sejarah sebagai bahan baku diolah secara berbeda oleh
tulisan sejarah dan oleh karya sastra. Dalam tulisan sejarah, bahan baku itu
telah diproses melalui prosedur tertentu. Dari sumber-sumber sejarah sejarawan
harus melakukan kritik, interpretasi, dan sintesis sampai ia sanggup
menyuguhkan rekonstruksi sejarah. Sejarawan harus bertolak dan selalu kembali
kepada fakta dalam usahanya untuk merangkai peristiwa sejarah menjadi kesatuan
yang utuh. Dengan bahan-bahan itu sejarawan mencari system of interactions, yaitu hubungan antara fakta-fakta secara
memadu.
Karya sastra
mempunyai pendekatan lain. Peristiwa sejarah dapat menjadi pangkal tolak bagi
sebuah karya sastra, menjadi bahan baku, tetapi tidak perlu
dipertanggungjawabkan terlebih dahulu. Peristiwa sejarah, situasi, kejadian,
perbuatan, cukup diambil dari khazanah accepted
history bagi hal-hal dari masa lampau atau dari common sense bagi peristiwa-peristiwa kontemporer. Prosedur kritik,
interpretasi dan sintesis, tidak diperlukan oleh sastrawan.
Apakah yang
diperlukan bagi novel sejarah yang patut menyandang predikat ‘sejarah’? Novel
sejarah tidak perlu menjadikan tokoh sejarah sebagai tokoh utamanya atau
tokoh-tokoh sejarah sebagai tokoh-tokohnya. Hal ini bukan berarti bahwa novel
sejarah tidak boleh menjadikan tokoh sejarah sebagai tokoh utamanya. Seperti
tokoh utama dalam novel sejarah yang telah disebutkan di awal tulisan ini.
Hanya saja tokoh yang hadir dalam novel sejarah dibentuk secara kuat oleh
imaginasi si pengarang, bukan seperti tokoh yang dimunculkan dalam tulisan
sejarah.
Realitas
sejarah muncul dalam novel sejarah, menurut George Lukacs, dapat dilihat
melalui historical faithfulness, dan authenticity of local colour yang
terdapat di dalamnya. Yang dimaksud dengan historical
authenticity (keaslian sejarah) yaitu, “kualitas kehidupan batin,
moralitas, heroisme, kemampuan untuk berkorban, keteguhan hati, dan sebagainya,
yang khas untuk suatu zaman.” Melukiskan
secara benar semangat zaman (Zeitgeis)
yang menjadi tugas sejarawan lewat penulisan sejarah yang aktual, menjadi tugas
pula bagi penulis novel melalui lukisannya yang imaginer.
Selanjutnya
yang dimaksud dengan historical
faithfulness (kesetian sejarah) ialah “keharusan-keharusan sejarah yang
didasarkan pada basis sosial ekonomi masyarakat. Akhirnya dalam kemurnian local colour, yaitu deskripsi yang setia
tentang keadaan-keadaan fisik, tata cara, peralatan, dan sebagainya, novel
sejarah membantu memudahkan penghayatan sejarah. Dalam hubungan ini patut
dicatat, kadang-kadang justru anakronisme sejarah diperlukan – Hegel
menyebutnya necessary anachronisme.
Ini terjadi jika kurun sejarah yang digarap dianggap sebagai periode pendahulu
dari kurun penulisannya. Misalnya, bukankah kita selalu melihat
pahlawan-pahlawan nasional kita sebagai nasionalis yang berjuang untuk melawan
kolonialisme dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa?
Karya sastra di satu sisi dibangun atas dasar fakta-fakta yang
berkelebat dalam diri pengarang, dan menampilkannya ke permukaan sebagai sebuah
fiksi. Pada sisi lain sejarah terkadang menyembunyikan kebenarannya. Dan
anehnya banyak yang hanya berani menampilkannya lewat dunia fiksi. Hakikat
sejarah pada umumnya adalah kenyataan, tetapi justru kenyataan itulah kadang
yang sering dimanipulasi hingga menimbulkan berbagai versi dan terlihat
kontroversi. Akhirnya, sejarah akan tergiring dalam ranah subjektif sebagai
sebuah kenyataan objektif.
0 komentar:
Posting Komentar